PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 1993
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG
BENDA CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5, Pasal 7 Pasal 8, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dipandang perlu mengatur lebih lanjut mengenai penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Benda Cagar Budaya adalah:

a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;

b. Benda-benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

2. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.

3. Benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya adalah benda bukan kekayaan alam yang mempunyai nilai ekonomi/intrinsik tinggi yang tersembunyi atau terpendam di bawah permukaan tanah dan di bawah perairan di wilayah Republik Indonesia.

4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan.

BAB II
PENGUASAAN, PEMILIKAN,
PENDAFTARAN, DAN PENGALIHAN

Pasal 2

(1) Untuk perlindungan dan/atau pelestarian benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya baik bergerak maupun tidak bergerak, dan situs yang berada di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh Negara.

(2) Penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan terhadap pemilikan, pendaftaran, pengalihan, perlindungan, pemeliharaan, penemuan, pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, perizinan, dan pengawasan.

(3) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diselenggarakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Pasal 3

(1) Benda cagar budaya yang karena:

a. nilainya sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan bangsa Indonesia;

b. sifatnya memberikan corak khas dan unik;
c. jumlah dan jenisnya sangat terbatas dan langka;
berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dinyatakan menjadi milik Negara.

(2) Benda cagar budaya yang dimiliki oleh Negara, pengelolaannya diselenggarakan oleh Menteri berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

(3) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi perlindungan, pemeliharaan perizinan, pemanfaatan, pengawasan, dan hal lain yang berkenaan dengan pelestarian benda cagar budaya.

(4) Penentuan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 4

(1) Setiap orang dapat memiliki atau menguasai benda cagar budaya tertentu dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya.

(2) Benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas benda cagar budaya yang:

a. diperoleh dari keluarga secara turun temurun atau warisan; atau

b. jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian telah dimiliki oleh Negara.

(3) Jenis dan jumlah benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dapat dimiliki oleh setiap orang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 5

(1) Warga negara asing hanya dapat memiliki benda cagar budaya bergerak tertentu, yang jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak serta sebagian telah dimiliki oleh Negara.

(2) Pemilikan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan pemilikan, tata cara pendaftaran benda cagar budaya, dan ketentuan tentang perizinan yang berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilikan benda cagar budaya bergerak tertentu oleh warga negara asing diatur oleh Menteri.

Pasal 6

(1) Setiap orang yang memiliki benda cagar budaya wajib mendaftarkannya.

(2) Pendaftaran benda cagar budaya dilakukan pada instansi Pemerintah yang bertanggung jawab atas pendaftaran benda cagar budaya di Daerah Tingkat II tempat benda cagar budaya tersebut berada.

(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan secara tertulis dengan dilengkapi data mengenai:

a. identitas pemilik;
b. riwayat pemilikan benda cagar budaya;
c. jenis, jumlah, bentuk, dan ukuran benda cagar budaya.

(4) Pendaftaran benda cagar budaya yang tidak bergerak, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dilengkapi pula dengan gambar peta situasi benda cagar budaya tersebut berada.

Pasal 7

(1) Pemilik yang telah memenuhi persyaratan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diberi surat bukti pendaftaran.

(2) Surat bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila benda cagar budaya tersebut:

a. dialihkan pemilikannya; atau
b. dipindahkan ke lain Daerah Tingkat II.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran benda cagar budaya diatur oleh Menteri.

Pasal 8

(1) Benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang dimiliki seseorang secara turun-temurun atau warisan hanya dapat dialihkan pemilikan atau penguasaannya kepada ahli waris yang sah atau dialihkan pemilikannya kepada Negara.

(2) Pengalihan pemilikan benda cagar budaya tertentu kepada Negara disampaikan oleh pemilik kepada Menteri disertai data benda cagar budaya yang akan dialihkan pemilikannya.

(3) Dalam hal pengalihan pemilikan benda cagar budaya tertentu kepada Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan oleh ahli waris, selain disertai data benda cagar budaya tersebut juga harus atas kesepakatan dari para ahli waris.

(4) Pengalihan pemilikan benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) selain yang berlangsung secara hibah, disertai dengan pemberian imbalan yang wajar kepada pemilik.

(5) Bentuk atau besarnya imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur oleh Menteri dengan persetujuan Menteri Keuangan.

(6) Pengalihan pemilikan atau penguasaan benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dapat dilakukan kepada orang lain dengan ketentuan:

a. wajib dilaporkan kepada instansi tempat benda cagar budaya tersebut didaftarkan;

b. wajib didaftarkan di instansi yang bertanggung jawab atas pendaftaran benda cagar budaya di Daerah Tingkat II yang bersangkutan, apabila benda cagar budaya tersebut dipindahkan ke lain Daerah Tingkat II.

Pasal 9

Dalam hal orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) adalah warga negara asing, pengalihannya hanya dapat dilakukan apabila warga negara asing yang bersangkutan telah menetap di Indonesia sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus menerus dan memiliki izin tinggal yang masih berlaku.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengalihan pemilikan dan penguasaan benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur oleh Menteri.

Pasal 11

(1) Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai benda cagar budaya wajib melaporkan rusaknya benda cagar budaya kepada instansi tempat benda cagar budaya tersebut didaftarkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diketahui rusaknya benda cagar budaya.

(2) Apabila kerusakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan musnahnya benda cagar budaya tersebut, maka benda cagar budaya tersebut dihapus dari daftar.

(3) Tata cara penghapusan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 12

(1) Setiap orang yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya wajib melaporkan hilangnya benda cagar budaya kepada kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi terdekat yang bertanggung jawab atas perlindungan benda cagar budaya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diketahui hilangnya benda cagar budaya.

(2) Selain melaporkan kehilangan benda cagar budaya kepada instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemilik atau yang menguasai wajib melaporkannya pula kepada instansi tempat benda cagar budaya tersebut didaftarkan.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), instansi yang bertanggung jawab atas pendaftaran benda cagar budaya mencatat hilangnya benda cagar budaya tersebut dalam daftar.

(4) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun benda cagar budaya tersebut ternyata tidak dapat ditemukan, maka benda cagar budaya tersebut dihapus dari daftar.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur oleh Menteri.

BAB III
PENEMUAN DAN PENCARIAN

Pasal 13

(1) Setiap orang yang menemukan atau yang mengetahui ditemukannya benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, atau situs wajib melaporkannya kepada instansi yang bertanggung jawab atas perlindungan benda cagar budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau aparat pemerintah daerah terdekat, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak penemuan tersebut.

(2) Dalam hal laporan penemuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada aparat Pemerintah Daerah atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, laporan tersebut segera diteruskan kepada instansi yang bertanggung jawab atas perlindungan benda cagar budaya atau langsung kepada Menteri.

(3) Sejak laporan diterima, instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera melakukan pengamanan terhadap benda cagar budaya atau yang diduga pengamanan benda cagar budaya, atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, atau situs.

(4) Untuk menentukan temuan tersebut sebagai benda cagar budaya atau situs, dilakukan penelitian.

(5) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) meliputi jenis, bahan, bentuk/wujud, ukuran, nilai sejarah dan nilai budaya yang dilakukan oleh tim dan/atau ahli yang dibentuk oleh Menteri.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian benda temuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur oleh Menteri.

Pasal 14

(1) Selama proses penelitian, benda dan/atau lokasi temuan dilindungi sebagaimana perlindungan benda cagar budaya.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengamanan, perawatan, atau pemeliharaan agar tidak rusuk, hilang, berubah bentuk dan wujud, nilai sejarah dan/atau keasliannya.

Pasal 15

(1) Apabila hasil penelitian menunjukkan benda temuan tersebut sebagai benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), benda cagar budaya tersebut dimiliki oleh Negara dan kepada penemu dapat diberikan imbalan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (5).

(2) Dalam hal benda temuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan benda cagar budaya bergerak, benda tersebut dapat disimpan dan/atau dirawat di museum.

(3) Apabila hasil penelitian menunjukkan bahwa benda temuan tersebut ternyata sebagai benda cagar budaya yang jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak, Menteri menetapkan sebagai benda cagar budaya dengan ketentuan:

a. seluruhnya dapat dimiliki Negara dengan memberikan imbalan kepada penemu sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (5)

b. sebagian dimiliki oleh Negara, dan sebagian dapat dimiliki oleh penemu tanpa disertai imbalan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

Pasal 16

(1) Apabila hasil penelitian menunjukkan benda temuan tersebut ternyata bukan benda cagar budaya, benda temuan tersebut seluruhnya dikembalikan kepada penemu.

(2) Apabila hasil penelitian benda temuan tersebut menunjukkan benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, pemilikan, penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17

(1) Tanpa izin Menteri setiap orang dilarang melakukan kegiatan pencarian benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya baik di darat maupun di air.

(2) Pencarian sebagaimana dimaksud dalam ayat () meliputi penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya.

Pasal 18

(1) Izin pencarian benda cagar budaya diberikan oleh Menteri kepada pemohon hanya untuk kepentingan:

a. penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. penyelamatan dan/atau pelestarian benda cagar budaya.

(2) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. instansi pemerintah atau swasta yang bergerak di bidang ilmiah;

b. yayasan, organisasi kemasyarakatan, atau lembaga lain yang berkedudukan sebagai badan hukum yang bergerak di bidang pelestarian benda cagar budaya;

c. lembaga asing yang bergerak di bidang ilmiah yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Permohonan izin pencarian benda cagar budaya disampaikan kepada Menteri dengan dilengkapi kerangka acuan pencarian benda cagar budaya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pencarian benda cagar budaya diatur oleh Menteri.

Pasal 19

Instansi atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) wajib melaporkan kegiatan dan hasil pencarian benda cagar budaya kepada Menteri.

Pasal 20

(1) Pencarian benda cagar budaya dan benda berharga untuk tujuan selain tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, hanya dapat dilakukan atas dasar izin yang diberikan oleh Menteri.

(2) Pencarian benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan kepada lembaga yang berkedudukan sebagai badan hukum.

Pasal 21

Apabila hasil pencarian benda cagar budaya dan benda berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) ternyata merupakan benda cagar budaya atau benda yang diduga benda cagar budaya, benda tersebut dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV
PERLINDUNGAN DAN PEMELIHARAAN

Pasal 22

Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai benda cagar budaya wajib melakukan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya.

Pasal 23

(1) Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran.

(2) Untuk kepentingan perlindungan benda cagar budaya dan situs diatur batas-batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan.

(3) Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistem pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembangan.

Pasal 24

(1) Dalam rangka pelestarian benda cagar budaya Menteri menetapkan situs.

(2) Penetapan situs sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25

(1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) untuk penyelamatan dan pengamanan dilakukan sebagai upaya untuk mencegah:

a. kerusakan karena faktor alam dan/atau akibat ulah manusia;
b. beralihnya pemilikan dan penguasaan kepada orang yang tidak berhak;
c. berubahnya keaslian dan nilai sejarahnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan benda cagar budaya diatur oleh Menteri.

Pasal 26

(1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan dengan perawatan untuk pencegahan dan penanggulangan terhadap:

a. kerusakan dan pelapukan akibat pengaruh proses alami dan hayati;
b. pencemaran.

(2) Upaya pencegahan dan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan diatur oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) hanya dapat dilakukan atas dasar izin tertulis yang diberikan oleh Menteri.

(2) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak, serta nilai sejarahnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, syarat, dan tata cara pemugaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai benda cagar budaya tertentu yang tidak melaksanakan kewajiban untuk melindungi atau memeliharanya, yang dapat mengakibatkan rusak, hilang atau berubahnya nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, dan nilai budayanya diberikan teguran.

(2) Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Menteri.

(3) Teguran tertulis kepada yang bersangkutan diberikan dalam 3 (tiga) tahap paling lama dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari.

(4) Jika dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak dikeluarkan teguran tahap ketiga tetap tidak diindahkan upaya perlindungan dan pemeliharaan, Menteri dapat mengambil alih kewajiban perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya atas biaya pemilik atau yang menguasainya.

(5) Apabila pemilik atau yang menguasai ternyata tidak mampu mengganti biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah, maka pemilik atau yang menguasai benda cagar budaya dapat:

a. memberikan hak untuk pemanfaatan dan/atau pengelolaan baik sebagian maupun seluruhnya sebagai imbalan atas perlindungan dan pemeliharaan kepada Pemerintah;

b. mengalihkan hak pemilikan atau penguasaannya kepada Pemerintah dengan imbalan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (5).

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara peneguran serta pengalihan hak pemanfaatan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri.

Pasal 29

(1) Untuk kepentingan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya, situs, dan lingkungannya.

(2) Termasuk kegiatan yang dapat merusak benda cagar budaya dan situsnya adalah kegiatan:

a. mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan, dan mencemari benda cagar budaya;

b. mengurangi, mencemari dan/atau mengubah fungsi situs.

Pasal 30

(1) Setiap orang hanya dapat membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia atas dasar izin yang diberikan oleh Menteri.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk kepentingan:

a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. sosial/budaya;
c. pemanfaatan lain yang diatur oleh Menteri.

(3) Permohonan izin untuk membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib disampaikan dengan disertai data benda cagar budaya, kerangka acuan, dan sistem pengamanannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri;

Pasal 31

(1) Setiap orang yang memiliki benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b yang akan membawa dan memindahkan benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia wajib memperoleh izin Menteri dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara asing, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 32

(1) Setiap orang hanya dapat memindahkan benda cagar budaya tertentu dengan tidak menghilangkan atau mengurangi nilai sejarah dan fungsi pemanfaatannya dari daerah satu ke daerah lainnya atas dasar izin yang diberikan oleh Menteri.

(2) Tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 33

(1) Setiap instansi yang terkait atas pengamanan benda cagar budaya apabila mengetahui dibawanya atau dipindahkannya sebagian atau seluruh benda cagar budaya atau benda yang diduga benda cagar budaya tanpa dilengkapi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 wajib melakukan penahanan atas benda tersebut.

(2) Instansi yang melakukan penahanan benda cagar budaya atau benda yang diduga benda cagar budaya segera memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab atas perlindungan benda cagar budaya atau langsung kepada Menteri untuk dilakukan pemeriksaan.

(3) Apabila berdasarkan pemeriksaan, ternyata benda tersebut merupakan benda cagar budaya dan tidak dilengkapi dengan izin yang sah, dengan tanpa mengurangi ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 tentang Benda Cagar Budaya, yang bersangkutan wajib mengembalikan ke tempat asal atas biaya orang yang membawa atau yang memindahkannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penahanan dan pengembalian benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

Pasal 34

(1) Setiap orang tanpa izin Menteri dilarang:

a. mengambil atau memindahkan sebagian benda cagar budaya ataupun seluruhnya;
b. mengubah bentuk dan/atau warna benda cagar budaya;
c. memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku apabila perbuatan tersebut dilakukan untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 35

(1) Setiap orang yang memperdagangkan, memperjualbelikan, atau memperniagakan benda cagar budaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b sebagai usaha dagang, wajib memiliki izin usaha perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Izin usaha perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

(3) Setiap orang yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan secara berkala benda cagar budaya tertentu yang diperjualbelikan kepada instansi yang bertanggung jawab atas pendaftaran benda cagar budaya setempat.

BAB V
PEMANFAATAN

Pasal 36

(1) Pemanfaatan benda cagar budaya dapat dilakukan atas dasar izin yang diberikan oleh Menteri.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan/atau kebudayaan.

(3) Pemanfaatan benda cagar budaya untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian benda cagar budaya.

(4) Untuk memperoleh izin pemanfaatan, yang bersangkutan wajib menyampaikan permohonan kepada Menteri disertai dengan kerangka acuan pemanfaatan benda cagar budaya.

(5) Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian kerangka acuan, Menteri dapat memberikan izin pemanfaatan benda cagar budaya.

(6) Apabila dalam pelaksanaan pemanfaatan benda cagar budaya ternyata:

a. tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan;
b. bertentangan dengan upaya perlindungan benda cagar budaya;
c. mencari keuntungan pribadi dan/atau golongan;

d. karena keadaannya, benda cagar budaya tidak mungkin dimanfaatkan lagi, Menteri dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan benda cagar budaya.

(7) Penghentian pemanfaatan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat mengakibatkan dicabutnya izin.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pemanfaatan benda cagar budaya diatur oleh Menteri.

Pasal 37

(1) Terhadap benda cagar budaya yang masih dimanfaatkan untuk kepentingan agama, masyarakat dapat tetap melakukan pemanfaatan dan pemeliharaan sesuai dengan fungsinya.

(2) Pemanfaatan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian benda cagar budaya.

Pasal 38

Benda cagar budaya yang pada saat ditemukan ternyata sudah tidak dimanfaatkan lagi seperti fungsi semula dilarang untuk dimanfaatkan kembali.

Pasal 39

(1) Pemanfaatan benda cagar budaya dengan cara penggandaan hanya dapat dilakukan atas izin Menteri.

(2) Permohonan izin diajukan kepada Menteri dengan disertai persetujuan tertulis dari pemilik benda cagar budaya.

(3) Pemegang izin penggandaan benda cagar budaya wajib memberi tanda khusus pada setiap hasil penggandaannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan tata cara penandaan diatur oleh Menteri.

Pasal 40

(1) Dalam rangka penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda cagar budaya bergerak atau benda cagar budaya tertentu baik yang dimiliki Negara maupun perorangan dapat disimpan dan dirawat di museum.

(2) Pengaturan mengenai permuseuman yang meliputi penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan koleksi museum yang berupa benda cagar budaya diatur tersendiri.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 41

(1) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan terhadap pengelolaan benda cagar budaya.

(2) Pembinaan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. pembinaan terhadap pemilik atau yang menguasai benda cagar budaya berkenaan dengan tata cara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.

b. pembinaan peranserta masyarakat dalam upaya pelestarian.

(3) Pembinaan dapat dilakukan melalui:

a. bimbingan dan penyuluhan;
b. pemberian bantuan tenaga ahli atau bentuk lainnya;
c. peningkatan peranserta masyarakat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengelolaan benda cagar budaya diatur oleh Menteri.

Pasal 42

(1) Peranserta masyarakat dalam pelestarian atau pengelolaan benda cagar budaya dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, yayasan, perhimpunan, perkumpulan, atau badan lain yang sejenis.

(2) Peranserta masyarakat sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penyuluhan, seminar, pengumpulan dana, dan kegiatan lain dalam upaya perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya.

Pasal 43

(1) Menteri bertanggung jawab atas pengawasan pelestarian benda cagar budaya dan dilakukan bersama secara terpadu antara instansi pemerintah terkait atau dengan masyarakat.

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri atau pimpinan instansi terkait baik secara sendiri maupun bersama sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing.

BAB VII
KETENTUAN LAIN

Pasal 44

(1) Setiap rencana kegiatan pembangunan yang dapat mengakibatkan:

a. tercemar, pindah, rusak, berubah, musnah, atau hilangnya nilai sejarah benda cagar budaya;

b. tercemar dan berubahnya situs beserta lingkungannya, wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Menteri.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil studi analisis mengenai dampak lingkungannya.

(3) Berdasarkan hasil studi arkeologis terhadap rencana kegiatan pembangunan tersebut, Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain atau pimpinan instansi Pemerintah yang bersangkutan, dapat menyatakan:

a. tetap mempertahankan keberadaan benda cagar budaya dan situs;
b. menyarankan perubahan rencana pembangunan;
c. memindahkan benda cagar budaya dari situs;
d. menyetujui dilanjutkannya rencana kegiatan tersebut; atau,
e. menghapus benda cagar budaya dan situs dari daftar.

(4) Pelaksanaan ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan pasal 34 dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

(2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

(3) Barang siapa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 38, dan Pasal 39, dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua ketentuan yang mengatur penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya atau situs, dan ketentuan pencarian benda berharga masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Pebruari 1993
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Pebruari 1993
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

MOERDIONO